Abu Dzar Al-Ghifari
Pemimpin Oposisi
Dan Musuh Kehidupan Mewah
Abu Dzar
Al-Ghifari nama lengkapnya adalah Jundub bin Junadah atau lebih akrab dipanggil
dengan sebutan Abu Dzar. Beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah Saw. Sebelum masuk agam
Islam beliau memiliki masa lalu yang sangat kelam, akan tetapi masa lalunya yang kelam menjadi seorang
perampok tidak akhirnya menghalangai Allah SWT untuk menggerakan hatinya untuk
memeluk agama Islam dan cinta kedamaian. Akhirnya beliau mendapat cahaya illahi
dan mereguk indahnya kehidupan menjadi seorang muslim.
Pada masa awal Muhammad Saw diangkat menjadi
Nabi, terdapat suatu kaum yaitu kaum Ghifar yang kehidupannya tidak mengenal
siapa sasarannya ketika membegal di jalalan. Meskipun
beliau seorang perampok, namun beliau adalah
seseorang yang menentang pemujaan berhala pada zaman jahiliyah, serta
mempunyai kepercayaan terhadap ketuhanan dan keimanan terhadap Rabb Yang Maha
Besar lagi Mahapencipta, sehingga akhirnya mendapatkan cahaya illahi, dan
mereguk indahnya kehidupan menjadi seorang muslim. Sesuai dengan firman Allah “Sesungguhnya
Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki”, sehingga
siapapun itu orangnya, bagaimanapun latar belakang kehidupannya atau
keluarganya, ketika orang mau menerima kebenaran dan Allah menghendakinya, maka
tidak ada yang sulit bagi Allah, apalagi Allah Maha membolak balikan hati,
karena Allah jauh lebih dekat dengan hati hamba-Nya dibandingkan pemilik
hatinya itu sendiri.
Abu Dzar masuk Islam tanpa ditunda-tunda, setelah
mendengar kabar bahwasannya di Mekah ada seorang Nabi yang membela kebenaran
dan menentang kebathilan, Abu Dzar langsung pergi ke Mekah dengan mempersiapkan
perbekalan, dan senantiasa mendengarkan pembicaraan orang-orang yang
membicarakan Nabi Muhammad untuk mengetahui keberadaanya. Setelah beberapa lama
mencari keberadaan Nabi Muhammad, akhirnya Abu Dzar bertemu dengan salah satu
sahabat Rasul yaitu Ali bin Abi Tholib, setelah panjang lebar bercerita kepada
Ali, maka Ali pun langsung mengantar Abu Dzar ke kediaman Rasul dengan cara Ali
berjalan di depannya supaya tidak ketahuan oleh orang kafir bawha Abu Dzar akan
masuk Islam. Setelah sampai dikediaman Rasul, Abu Dzar pun langsung
memerintahkan Nabi untuk membacakan ayat Al Qur’an, dan setelah mendengar ayat
Al Quran, Abu Dzar langsung berseru, “Aku
bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak disembah selain Allah, dan aku juga
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”, dan tersenyumlah Nabi
Muhammad Saw setelah mendengar seruan Abu Dzar, dan merasa kagum serta takjub
kepada Abu Dzar.
Dan Abu Dzar pun langsung menanyakan apa yang
harus dilakukannya, akan tetapi Rasul menyuruh Abu Dzar untuk kembali kepada
kaumnya sampai datang perintah selanjutnya, akan tetapi karena Abu Dzar
bersifat radikal dan revolusioner, Abu Dzar meneriakkan keislammannya dengan
sekeras-kerasnya di Masjidil Haram. Inilah teriakan pertama kali tentang agama
islam yang menentang kesombongan orang-orang Quraisy, sedangkan pada saat itu,
kondisinya Rasul masih melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Sehingga
dengan teriakan Abu Dzar tersebut orang-orang Quraisy tersentil, sehingga
orang-orang Quraisy memukul Abu Dzar hingga roboh, berita tersebut sampai
kepada paman Nabi, Abbas, dan utnuk menghentikan aksi pemukulan tersebut, paman
Nabi berkata bahwa Abu Dzar adalah bagian dari kaum Ghifar, yang dengan mudah ketika
mmereka melewati daerah Ghifar maka mereka akan dibunuh, apalagi ketika
mendengar salah satu anggotanya ada yang disakiti, kaum Quraisy pun tersadar
dan brhentimemukuli Abu Dzar, paman Nabi pun kemudian membawanya pulang. Akan
tetapi Abu Dzar tidak kapok, hari berikutnya Abu Dzar kembali meneriakakn
keislammannya di depan berhala-berhala yang sedang disembah orang Quraisy,
pemukulan pun terjadi kembali. Rasul sangat menyadari dan memahami watak dan
tabiat Abu Dzar, beliau memahami keberanian dalam melawan kebathilan, namun ini
belum saatnya karena belum ada perintah dari Allah SWT, sehingga Rasul tetap
menyuruh Abu Dzar untuk kembali kepada kaumnya sampai datang seruan selanjutnya.
Akhirnya Abu Dzar kembali kepada keluarganya.
Abu Dzar menceritakan kepada kaumnya tentang Nabi yang baru di utus, yang
menyeru agar mengabdi kepada Allah Yang Maha Esa, dan membimbing mereka supaya
berakhlak mulia. Usahanya mulai ada kemajuan, satu demi satu kaumnya masuk
Islam, kemudian Abu Dzar melanjutkan seruannya ke kaum yang lain, yaitu suku
Aslam.
Setelah Rasul hijrah ke Madinah, Rombongan
besar dan panjang menuju pinggiran kota, kalau bukan karena gemuruh takbir orang-orang menyangka itu adalah orang kafir, tetapi
tenyata Abu Dzar itu adalah rombongan Abu Dzar, Ia menggiring semua umat muslim
yang telah tercerahkan oleh Allah melaluinya ke Madinah, dan bertambah
takjublah Rasul kepadanya. Sehingga Rasul bersabda “Suku Ghifar telah diampuni oleh Allah” dan “Suku Aslam telah diselamatkan oleh Allah”, serta Abu Dzar pun
memeroleh ganjaran tidak terhingga dan ucapan yang penuh berkah dari Rasul “Tidak ada lagi dimuka bumi dan dibawah
naungaan langit orang yang lebih jujur ucapannya dari pada Abu Dzar”.
Suatu hari Rasul bertanya kepada Abu Dzar
tentang pendapatnya jika dia bertemu para pembesar yang mengambil barang upeti
untuk diri mereka pribadi, Abu Dzar menjawab bahwa Abu Dzar akan menebasnya
dengan pedang, akan tetapi Rasul menawarkan jalan yang lebih baik dari pada itu
yaitu menghadapinya dengan bersabar sampai Abu Dzar menemui Rasul. Nasehat itu
diingat terus oleh Abu Dzar sampai akhir hayatnya. Abu Dzar senantiasa
mengingat nasehat itu ketika Abu Dzar menghadapi berbagai macam kedzaliman. Abu
Dzar terus bersabar dan tidak pernah satukalipun menebaskan pedangnya akan
tetapi Abu Dzar menebasnya dengan pedang kehebatan Lisannya.
Sepanjang hayatnya Abu Dzar dengan sekuat
tenaga memikul panji contoh dari Rasulullah saw dan kedua sahabatnya yaitu Abu
Bakar dan Umar. Abu Dzar menjadi sosok yang menghindarkan diri dari godaan
jabatan dan harta kekayaan. Hidupnya digunakan untuk menentang penyalahgunaan
kekuasaan dan penumpukan harta. Tidak ada seorangpun yang dapat menyamainya
dalam menempuh hidup yang luar biasa perihnya namun sangat nikmat karena ganjaran yang akan didapat sangatlah
indah.
Rasulullah saw ketika menempuh perjalanan
dalam Perang Tabuk pernah berkata terhadap Abu Dzar “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar. Ia berjalan sebatang
kara, meninggal sebatang kara, dan dibangkitkan nanti sebatang kara”,
perkataan itu diucapkan setelah melihat perjuangan Abu Dzar yang tertingal dari
rombongan, lalu Abu Dzar berjalan kaki ditengah teriknya panas matahari dan
luasnya padang pasir, karena keledainya kehausan dan kepanasan. Kemudian 20
tahun setelah kejadian tersebut, Abu Dzar wafat di padang pasir Rabadzah
sebatang kara.
Itulah sepenggalan kisah salah satu sahabat
Nabi yang patut dijadikan contoh dan diteladani, serta diterapkan dalam
kehidupan kita sehari-hari, agar kita termasuk orang-orang yang mendapatkan
ridho-Nya, dan dapat masuk ke tempat yang paling Mulia yaitu Surga-Nya. Aamiin.